Jumat, 10 Maret 2017

,

Segel Hegel : Chapter 4




          <-- ke Chapter 3



  Itulah yang disebutnya , namaku, nama yang kutinggalkan karena aku tidak ingin orang lain menderita bila aku tetap memakai nama itu, nama yang diberikan kedua orang tuaku, aku kembali mengingatnya, setelah sekian tahun tidak pernah kugunakan kini ada orang yang memanggilku, aku mulai gemetar, seluruh tubuhku merasakan semua kesenangan dan kejutan yang luar biasa, ini adalah sebuah anugerah bagiku, karena tidak akan mungkin musuh mengetahui namaku sebelum aku mengikuti peperangan, aku yakin bahwa mereka bukanlah musuh.

 

            “kenapa kamu masih tetap disitu Acer? Cepatlah kemari, kami ingin membicarakan sesuatu.”

Laki-laki yang kelihatan lebih tua kembali memanggilku, dan itu berefek berbeda dari sebelumnya setelah dia menyebutkan namaku, tanpa aku sadari aku berjalan kearahnya dan tanpa kusadari mataku mulai berkaca-kaca,

“kurasa kakakmu benar, kamu sedang aneh hari ini, tadi kamu ingin lari dan sekarang tanpa ada sesuatu apapun kamu malah menangis, ada apa denganmu Acer?”

Aku sadar dia bilang mengangis, bagaimana aku yang seorang pejuang  bisa mengangis tanpa sesuatu sebab, aku mengusap mataku dengan lengan bajuku, kemudian aku menatap dia yang tadi berbicara kepadaku, matanya begitu tajam dan menusuk, seolah tanpa dia berbicara aku mengerti apa yang dia inginkan, bingung apa yang harus kukatakan, aku mengupulkan kembali mentalku dan bertanya kepada orang tua tadi,

“bagaimana anda  dapat mengetahui namaku tuan?”

Aku bertanya dengan rasa menghormatinya karena dia terlihat sangat berwibawa, 

“bagaimana? Tentu saja karena aku yang memberikan nama itu padamu,” 

dia sangat yakin bahwa dia yang memberikan nama kepadaku, aku kaget bukan main, 

“haa?, anda yang memberikan nama itu kepadaku?” 

Padahal yang memberi nama adalah ayahku, tidak mungkin dia yang memberikannya, dia sama sekali tidak mirip dengannya, aku mulai gusar dan seakan aku membuat wajah yang sangat tolol,

“tentu saja Acer, apa kamu lupa kepada kami?” 

Di setiap perkataanya tampak tiada kebohongan sedikitpun, begitu terang bagiku, aku hanya bisa jujur dan terus ujur kepadanya

“lupa? Mungkin, atau sebenarnya aku sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya kalian.”
Seperti tanpa jeda dia langsung membalas kata-kataku

“aku ayahmu acer, apa kau tidak ingat kemarin dan kemarinnya lagi kau bertemu dengan kami.”

Dia menyuruhku mengingat sesuatu, tapi apa yang bisa kuingat tentang aku dan mereka, bahkan kemarin aku sama sekali tidak bertemu dengan mereka, aku sangat ragu karena tidak mempunyai sesuatu ingatan pun tentang mereka, aku hanya bisa memberikan pertanyaan yang bisa menarik penjelasan darinya,

“ayah? Apa anda yakin? Yang aku ingat adalah ayahku tidak setampan anda dan dia hanyalah seorang buruh yang miskin, mereka tidak mempunyai rumah yang bersih seperti ini pula, dan anda  bilang tentang  kakak, apa dia yang anda maksud?” 

Seraya menunjuk pemuda yang tadi masuk ke kamar,

“ya, aku, jadi memang kamu entah mengapa lupa dengan kami?” kata pemuda tadi

“tunggu dulu, bila kamu adalah kakak ku, apakah kamu Axio Asterio? Yang lahir hampir berbarengan denganku?”

Setelah mereka mengaku sebagai keluargaku meski wajah mereka sangat berbeda berarti aku dapat menghubungkan nama yang aku tahu kepada mereka, Tanpa kusadari aku mengemukakan pertanyaan itu kepadanya, tapi bila dia menjawab bukan berarti aku yang benar


“tepat sekali, kamu ingat namaku, bagaimana mungkin kamu dapat melupakan wajahku?, tidak, bukan hanya wajahku, tetapi wajah kami.”  kata Axio dengan sangat antusias

“aku tidaklah lupa dengan wajah kalian, tapi memang kalian begitu berbeda,” balasku mencoba menjelaskan kepada mereka

“berbeda, bagaimana bisa, kami sejak dulu kan memang begini” dia terlihat begitu bingung dengan pembicaraan ini

“sudahlah, kita bahas ini nanti, aku ingin berbicara berdua dengan Acer,” kata Tuan itu

“baiklah ayah,” balas Axio

“apa yang anda ingin bicarakan denganku?” aku bertanya sebelum dia mengajakku berdiskusi lebih lanjut,

“sebaiknya jangan disini, mari kita ke kamarmu terlebih dahulu“  

 Tuan itu terlihat sangat serius, tak kalah juga diriku yang sangat penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Aku mengikutinya kearah kamar dimana aku datang tadi, setelah aku dan dia di dalam,  tuan itu menutup pintu kamar, jendela, seolah tidak ingin diketahui oleh siapapun

“mengapa anda melakukan itu?” aku sangat penasaran dan waspada,

“untuk keamanan kita berdua, “

 balasnya dengan muka datar yang dingin, jeda beberapa saat dan semua terdiam

 “ehem” 
dia mencoba membersihkan tenggorokannya yang sepertinya tidak gatal atau sejenisnya.
dia tampak gugup sekarang, tidak seperti tadi ketika dibawah dan dehemannya seperti ingin menguatkan mentalnya untuk mengatakan sesuatu. 
 
“ ehem, jadi begini Acer, aku sungguh tidak kaget dengan keaadanmu yang seperti ini, apa kau tahu mengapa? Aku akan menceritakannya jika kau ingin, bila tidak aku hanya akan bicara langsung ke inti saja”

“tentu, ceritakan saja,  mungkin itu memang perlu, karena aku juga tidak mempunyai petunjuk apapun tentang apa yang sebenarnya teradi pada diriku.”


“baiklah, dulu, saat kamu masih kecil, pernah ada seseorang yang datang berkunjung kerumah ini, dia adalah seorang teknisi listrik yang memperbaiki kelistrikan pada saat itu , karena bukan hanya sekali dua kali dia datang maka kami sering menjamunya untuk beberapa saat sebelum dia bekerja, dia adalah orang yang senang bercanda walaupun kadang leluconnya sama sekali tidak lucu, tapi itu dapat membuat kami bisa dekat, nah, pada saat suatu penjamuan, dia berbincang tentang sesuatu yang bagiku tidak masuk akal, dia berkata bahwa dia sebenarnya dari masa depan dan dia tahu segalanya, kupikir dia hanya bercanda jadi aku menanggapinya dengan tertawa, tetapi dia tetap memasang muka serius kali ini, tidak biasanya dia tidak tertawa dengan leluconnya sendiri, lalu aku bertanya kepadanya, apakah anda sedang tidak bercanda?” dia menghentikan sejenak ceritanya, “apa kamu tahu apa jawabnya?”


“mungkin, seperti iya, benar, aku tidak berbohong, atau dia membuktikan sesuatu..” 


“ya, itu mendekati, tapi dia mengatakan sesuatu tentang dirimu”


“diriku? Jadi dia mengenalku?”


“tidak, sama sekali tidak, mungkin dia hanya melihat sekilas dirimu, tapi yang dikatakannya adalah bahwa kamu suatu hari akan melupakan sesuatu yang penting dan mengingat sesuatu yang penting, dan itu akan merubah dunia, saat itu aku belum memahami maksudnya, tapi dia memberikanku sesuatu,”


“apa itu?”


“dia memberikanku sebuah bola lampu yang terbuat dari intan, sesuatu yang mustahil bukan?”


“jadi, apakah anda hanya menerimanya begitu saja?”


“tentu tidak, aku kaget diperlihatkan sebuah bola lampu yang terbuat dari intan tersebut, terlebih dia memberikannya kepadaku, dia hanya bilang bahwa bila kamu berlaku tidak normal dan melupakan diriku aku harus memberikannya padamu sebagai obat penawar yang akan menuntunmu, itu adalah jamuan terakhir yang bisa kuberikan padanya, setelah itu aku tidak pernah melihatnya lagi, bagaimana menurutmu mengenai cerita ini?,”


“aku rasa dia adalah peramal,” 


“mungkin iya, aku baru menyadarinya setelah semua ini terjadi” dia sekarang terlihat begitu murung

“jadi, anda sekarang akan memberikan bola lampu itu kepadaku sekarang?” aku sudah mulai bersemangat dengan pembicaraan ini

“sekarang aku tidak memilikinya lagi”


 “apa? Anda menghilangkan sebuah bola lampu intan yang begitu langka?” 
aku otomatis merespon dengan cepat karena jawabannya telah menggugurkan jalan keluarku dari masalah ini

“bukan hilang, kamu memang sudah sepantasnya tahu, aku menjualnya untuk melunasi segala hutang keluarga yang sudah lama semakin membengkak”

“anda menjualnya??, kepada siapa?”


“kepada sang rentenir, namanya Eichpie Levi, aku menggunakannya sebagai tebusan, dan ternyata dia mau, dan untungnya dia tidak bertanya darimana aku mendapatkannya”


“kalau boleh aku tahu, berapa hutang keluarga ini?”


“mencapai 3 juta dolar”


“3 juta dolar? Itu sangatlah banyak, aku merasa bahwa bola lampu tadi adalah satu-satunya petunjuk, tapi sekarang harapanku langsung sirna,”


“maafkan aku Acer , aku benar-benar tidak memahami bahwa itu adalah ramalan”


“itu bukan salah anda tuan”


“janganlah kamu panggil tuan, aku ini ayahmu”


“maaf, aku hanya belum terbiasa”


“biasakanlah, tidak peduli kau sedang lupa, kami adalah keluargamu kami selalu ingat denganmu, kau tidak harus pergi kemana-mana, tinggallah bersama kami dan jalani kehidupanmu seperti biasa, walaupun kau tidak ingat sesuatu apapun, kami bisa memberitahukan kepadamu apa yang ingin kau tahu”


“emmm, aku akan..”

Tiba-tiba pintu diketuk

“apa kalian selesai? Kau mau berangkat kesekolah tidak Acer?” Axio setengah berteriak di depan pintu kamar

“baiklah, segeralah mandi, ibumu akan menyiapkanmu bekal karena kamu belum sempat sarapan” 
dia begitu memperhatikan keluarganya, dan ini sudah jam anak sekolah, seharusnya dia juga bekerja, tapi dia sudah bukan buruh lagi, aku tidak tahu apa pekerjaannya sekarang pikirku

“helo? Apa kalian masih didalam?” Axio kembali setengah berteriak

“iya Axio,” Ayah juga membalasnya dengan setengah berteriak, lalu berdiri sambil menepuk pundakku dan berbalik membuka pintu

 “tunggu sebentar ya, biar adikmu mandi dulu, kita tunggu dibawah saja,” ayah berkata kepada Axio dengan tersenyum, aku tidak begitu mengenal mereka yang mengaku keluargaku, tetapi aku merasa nyaman dengan suasana ini

“baiklah” kata Axio dengan sedikit jengkel,  lalu menghadap kepadaku “kutunggu 5 menit Ace”

“baiklah.” Aku tersenyum padanya . 


0 comments: